September 28, 2011

Solusi Allah Tidak Sama dengan Solusi Manusia

Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari segala apa yang kamu mohonkan kepadanya. Dan jika kamu menghitung ni`mat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (ni`mat Allah). (Q.S.Ibrahim:34)

Ini kejadian nyata tentang seseorang yang ketakutan ketika ditagih hutang. Sebut saja namanya Udin, yang punya hutang 2 juta sama temannya. Sebenarnya ia berjanji bayar pas gajian, namun gajinya ternyata dipakai buat membayar kebutuhan lainnya yang lebih mendesak. Udin malu buat menelepon temannya dan minta maaf atas janji yang dia langgar.

Saat Udin mau sholat asar, telepon di hapenya berbunyi. Udin cemas bukan kepalang, karena nomor yang tertera di hapenya tersebut adalah nomor kantor temannya itu. Lalu ia men-silent terlebih dahulu untuk kemudian sholat asar (dengan pikiran berkecamuk).

Selesai sholat, ia beristighfar 100 kali, lalu mengeluarkan hapenya dari kantong dan meletakkan di atas sajadah. Ia pun berdoa:

Ya Allah, temanku sudah meneleponku barusan, tentu ia akan menagih haknya yang masih hamba pegang. Ya Allah, Engkau tahu kalau hamba tak punya uang sama sekali buat bayar hutang. Engkau juga tahu, bahwa uang 2 juta itu hamba pinjam untuk membahagiakan keluarga hamba di kampung halaman, tidak buat bermaksiat kepadaMu. Ya Allah, bila bakti hamba kepada orang tua di kampung bukan bentuk ketakwaan kepadaMu, maka hamba memohon ampunanMu, dan jadikanlah itu sebagai bentuk ketakwaan hamba kepadaMu. Sungguh hamba malu Ya Allah, bertemu dengan teman hamba itu. Tapi Engkau yang Maha Kuasa, tentu tidak ada yang mustahil bagimu. Sungguh Engkau Maha Kaya dan Maha Pemurah. Berilah hamba jalan untuk mengatasi hutang ini...

Demikian kurang lebih isi doa si Udin. Selesai doa, ia memiliki kekuatan. Ia keluar dari mushola dan memencet nomor temannya. Temannya pun mengangkat dan mengatakan bahwa ia tadi menelepon Udin. Setelah berbasa basi, maka terjadilah dialog dengan Udin. Sebut saja nama temannya itu Tina.

Udin: Tin, gue mau ngaku dosa nih, gue....

Tina : Ah, gue udah bisa nebak kalo lo dah ngomong gitu…kapan lo bisanya ?

Udin : Yah, gue usahain dalam hitungan hari ini..sejujurnya uang lo udah ada, tapi gue pake dulu buat bayar kartu kredit. Ngga kuat bunganya..

Tina : Iya sih, emang kartu kredit kayak gitu..makanya lo mending tutup aja kartu kreditnya.

Udin : Rencana sih gitu, makanya kemaren gue pake itu buat bayar tagihannya, nah 2 hari lagi gue mau narik duit dari kartu kredit gue, buat bayar hutang ke lo..

Tina : Hah ? Oh, jangan Din..udah dah biarin aja, gapapa lo ga bayar sekarang..yang penting lo jangan narik pinjaman lagi dari kartu kredit..bisa kecekek lo gara-gara bunganya..

Udin : Lho ? tapi kan lo juga lagi butuh Tin, gapapa, lagian gue udah janji kok…

Tina : Udah gapapa, gue masih ada kok..Kira-kira lo bisa balikin kapan ?

Udin: Kalo ga pake kartu kredit, ya masih lama Tin, kira-kira sebulan lagi..

Tina: Ya wes gapapa, yang penting jangan sampe lo pake kartu kredit lagi buat bayar utang...

Udin: Waduh, gue jadi ngga enak...makasih banget ya Tin...

Tina: hahaha....biasa ajalah Din...

Demikianlah dialognya. Semudah itu. Allah memang tidak tiba-tiba memberikan segepok uang 2 juta ke Udin, tapi Dia berikan solusi yang lain: perpanjangan waktu hutang, kemudahan dari orang yang dihutangin, dan tentu saja persahabatan yang tetap terjaga.

Seringkali kita memaksa Allah SWT memberikan solusi sesuai dengan apa yang kita pikirkan. Padahal solusi dari Allah jelas lebih baik bila kita mengetahuinya. Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

September 20, 2011

Menikah = Kaya?

Aku heran dengan orang yang tidak mau mencari kekayaan dengan cara menikah. Padahal Allah berfirman : Jika mereka miskin, maka Allah akan membuat mereka kaya dengan KeutamaanNya (Umar bin Khattab RA)

Ada sebuah cerita menarik yang saya peroleh dari salah seorang jamaah ketika saya sedang mengisi pengajian di Bogor. Kebetulan tema yang saya angkat adalah pernikahan, sekaligus membahas buku terbaru saya hasil kolaborasi dengan Ustad Hepi Andi berjudul Buku Pintar Suami Istri.

Ketika pembahasan tentang pernikahan sampai pada bab rezeki, salah seorang jamaah bercerita tentang seorang temannya. Sebut saja bernama Andi. Dia adalah seorang pengusaha sukses, pemimpin perusahaan yang produknya sudah tersebar ke negara-negara lain. Bisnisnya berkembang. Kehidupannya sedemikian nikmat. Hingga sampai pada tahap klimaks: ia bercerai dengan istrinya.

Jamaah tersebut tidak bercerita mengapa Andi bercerai dengan istrinya. Hanya saja, 3 minggu setelah perceraian, omset bisnisnya menurun. Terus terjun bebas ke titik paling rendah. Dan hasilnya bisa ditebak: Andi jatuh bangkrut.

Di kisah yang berbeda. Sebut saja namanya Danu. Ia menikah dengan seorang wanita yang berasal dari keluarga yang secara ekonomi lebih baik dari keluarganya. Dari mulai menikah hingga memasuki tahun-tahun yang panjang, keluarga besar istrinya lah yang selalu menjadi nomor satu ketika Danu mengalami kesulitan finansial. Kalaupun keuangannya mencukupi, saudara-saudara iparnya juga suka membantu Danu dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti perabot rumah tangga, televisi, beli rumah, dan lainnya. Danu bisa membeli rumah dengan bantuan DP dari kakak iparnya, yang harus ia cicil setiap bulan. Danu bisa memiliki tempat tidur yang nyaman hasil dari hadiah mertuanya. Istri Danu bisa membuka usaha kecil-kecilan dari modal yang juga merupakan pinjaman lunak tanpa bunga dari kakak iparnya. Bahkan tanpa disangka-sangka, Danu yang tidak punya televisi pun mendapat hadiah televisi gratis dari kakak istrinya juga.

Pernah Danu berpikir, seharusnya tanpa menikah dengan dirinya, istrinya bisa lebih bahagia. Bahkan berkecukupan. Bukankah ia dikelilingi oleh saudara-saudara kandung yang penyayang serta orang tua yang perhatian? Sementara orang tua Danu sendiri dan saudara kandungnya tidak bisa memberikan perhatian berupa materi seperti itu.

Pernikahan adalah gabungan dua rezeki anak manusia. Ketika Andi bercerai, rezeki istrinya yang harusnya bisa ia nikmati melalui bisnisnya itu pun akhirnya ikut ’terangkut’ dari kehidupan. Dan sebaliknya, ketika Danu menikah, istrinya yang sebelumnya tidak punya rumah sendiri, tidak punya usaha sendiri, tiba-tiba mendapati semua itu dalam kehidupan rumah tangganya. Hanya saja Allah memberikan rezeki tersebut melalui keluarga istrinya.

Tidak perlu bersikap sombong bagi seorang istri yang memiliki keluarga perhatian sehingga segala kebutuhan rumah tangganya dibantu oleh saudara-saudaranya. Sebab bisa jadi itu adalah rezeki suaminya yang Allah titipkan melalui keluarga istrinya, dan bisa jadi juga keluarga istrinya tersebut mendapat limpahan rezeki yang berlimpah karena keberkahan yang Allah berikan dari pernikahan saudaranya.

Dan jangan pula bersikap sombong lelaki yang telah sukses membangun karir dan bisnis sehingga memiliki penghasilan yang berlebihan. Sebab seringkali rezekinya itu berasal dari rezeki yang sudah Allah tetapkan buat istrinya, sehingga ketika terjadi perceraian, rezeki istrinya sudah tidak berhak ia terima lagi. Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

September 14, 2011

Jangan Batalkan Niat Baik!




Maka berlomba-lombalah kamu (dalam berbuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS.2: 148)

Saat itu masih sore. Kami baru pulang bersilaturahim dari rumah salah seorang  tante di Bintaro yang suaminya baru meninggal karena kecelakaan. Perjalanan menggunakan mobil kijang tua yang saya setir sendiri. Dari rumah hingga Bintaro lancar dan nyaris tidak ada yang menghambat. Setelah selesai sholat Jumat dan bertamu, kami pun pulang ke Bogor. Sampai di tol Jagorawi jarum jam menunjukkan pukul 4 sore. Saya pun berniat untuk sholat asar di rest area Cibubur.

Sampai di Cibubur, setelah membeli cemilan buat perjalanan, saya melirik jam lagi. Pukul 4 lewat dikit. Jarak antara rest area ke Bogor hanya 30 menit paling lama. Saya pun berpikir, ’Ah, mending sholat asarnya di rumah saja!’

Perjalanan pun dilanjutkan. Di dekat pintu tol Cibubur, terjadi kemacetan. Saya merogoh dompet sambil tetap menekan gas pelan-pelan. Namun.....BRAK! Kijang tua kami pun mencium sebuah CRV mewah yang juga berhenti  persis di depan kami. Saya kaget dan lemas. Terbayang sudah berapa juta yang harus saya keluarkan buat mengganti body mobil mewah ini. Selama pengalaman bertahun-tahun menyetir, dalam posisi ngebut di tol, belum pernah sekalipun saya menabrak atau ditabrak. Sekarang dalam posisi yang sangat pelan, saya menabrak mobil orang!

Saya turun, begitu juga pengemudi CRV tersebut. Beruntung, CRV tersebut tidak rusak. Malah bemper dan spion kijang kami yang hancur. Ini berarti cost saya hanya untuk mengganti bemper kijang ini, yang notabene adalah milih mertua.

Dalam perjalanan pulang saya terdiam. Mengapa saya bisa menabrak mobil orang justru di saat pelan dan macet seperti ini?

Saya lalu beristighfar. Barangkali inilah hukuman akibat menunda sholat ketika sudah masuk waktunya! Seandainya saja saya mau meluangkan waktu 10 menit untuk sholat asar dulu, tentunya peristiwa ini tidak akan pernah terjadi.

Empat tahun sebelumnya, kejadian yang peris sama ini pernah juga saya alami. Saat itu bulan Ramadhan, dan saya berniat untuk itikaf. Namun begitu malam tiba, saya mengurungkan niat. Mendadak rasa malas muncul. Akhirnya saya membatalkan niat baik tersebut dan memilih menghabiskan malam untuk beristirahat saja. Saya pun masuk ke kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum tidur. Namun apa yang terjadi? Kran air yang biasanya tidak ada masalah, mendadak patah dan copot dari pipanya. Otomatis air mengucur tanpa bisa dihentikan! Saya lalu mencoba-coba cari akal untuk menghentikannya. Namun butuh waktu, tenaga, alat, dan bahkan bantuan orang lain untuk bisa menghentikan derasnya air dari pipa yang patah itu. Akhirnya cukup lama juga air itu bisa berhenti. Saya pun tidak bisa tidur dengan nyenyak karena sumbatan sementara yang kami buat terkadang suka copot dari pipa patah tersebut.

Pembaca Taman Firdaus yang dirahmati Allah SWT, bila Anda sudah punya niat baik, maka janganlah mencari alasan untuk membatalkannya. Sebab bisa jadi niat tersebut sudah dijadikan Allah SWT sebagai penghambat musibah, lalu penghambat tersebut diangkat kembali seiring dengan saat Anda membatalkan niat tersebut. Wallahu'alam.

Muhammad Zulkifli

September 11, 2011

Awas! Jangan-jangan Engkaulah Panutan Orang!


Bulan Ramadhan kemaren kebetulan di kantor ada pekerjaan ke luar kota, bahkan di luar pulau. Kami satu tim harus berangkat ke Pulau Tidung, salah satu bagian dari Kepulauan Seribu. Berangkat jam 6 pagi dan sampai di sana sekitar jam 8.30. Masih ada waktu berleha-leha sebelum memulai pekerjaan.

Zaid, sebut saja begitu, adalah salah satu karyawan di perusahaan tempat saya bekerja. Ia dikenal sebagai seorang ‘ustad’ di lingkungan kantor. Ia juga suka melakukan puasa sunnah Senin Kamis. Di luar itu, Zaid juga pernah mengisi kultum di majelis taklim kantor selama bulan puasa.

Sebenarnya selain Zaid setidaknya ada 6 orang muslim yang ikut rombongan tersebut. Namun ada beberapa orang di antaranya yang sama sekali tidak (berniat) puasa.Bahkan sejak mau berangkat pun niat untuk menjalankan ibadah setahun sekali ini tidak terbersit di hati mereka. Malah salah satu orang yang awalnya puasa, begitu sampai Pulau Tidung dan disuguhi es kelapa segar dari pemilik losmen, mendadak luntur pertahanannya dan akhirnya ia pun membatakan puasa tepat pukul 10 pagi.

Di antara yang berpuaaa, ada seorang teman yang masih istikomah untuk melanjutkan hingga Maghrib. Sebut saja namanya Pak Timmy. Beliau bersama beberapa orang yang masih menjalankan ibadah shaum mampu menyelesaikan hingga azan maghrib berkumandang. Meski panas menyengat, godaan dari teman-teman yang tidak puasa demikian menggelitik, ditambah sekotak cooler box berisi minuman softdrink dingin benar-benar mengganggu pertahanan iman. Tapi Pak Timmy akhirnya mampu menuntaskan ibadah puasanya.

Siapakah Pak Timmy? Beliau bukan ustad, bukan pula orang yang fasih berbicara agama. Sholatnya masih tergolong jarang-jarang. Bahkan kalau ada yang menyuguhkan minuman keras model Jack Daniels pun ia terima dan menikmatinya. Secara agama, Pak Timmy sama sekali tidak bias dijadikan rujukan. Karena itulah suatu ‘prestasi’ ketika ia berhasil lulus di hari ketika justru godaan untuk batal demikian banyak.

Ternyata ketika ditanya, ia menjawab dengan jujur bahwa ia ikut Zaid saja dalam menjalankan puasa pada hari itu. Kalau Zaid puasa, ia ikut puasa. Kalau tidak, maka ia pun tidak puasa.

Subhanallah…Demikian besar pengaruh seseorang yang dianggap teladan terhadap perilaku orang lain. Pak Timmy memang menganggap Zaid sebagai rujukan dalam beragama. Seandainya saja Zaid tidak puasa, atau membatalkannya di tengah hari, maka ia tidak saja merugikan dirinya sendiri, melainkan juga ‘menjerumuskan’ orang lain, dalam hal ini Pak Timmy. Zaid telah menjadi uswatuh hasanah atau teladan yang baik dalam skala kecil.

Maka jika ada orang lain yang menganggap Anda adalah panutan, teladan, dan contoh yang baik, maka berhati-hatilah dalam berperilaku. Sebab bila perilaku Anda merusak, maka Anda juga ikut merusak perilaku orang lain. Namun bila ternyata justru perbuatan Anda menjadi jalan hidayah buat orang lain, maka itu lebih baik daripada unta merah.

Rasulullah SAW juga bersabda,"Wahai Ali, sungguh sekiranya Allah memberi hidayah kepada seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah." (HR. Bukhari-Muslim)

Maka berhati-hatilah, sebab siapa tahu engkalulah suri tauladan orang lain! Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

September 09, 2011

Berhati-hatilah terhadap Rezekimu!

 
Wahai sekalian manusia, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah usaha mencari rezeki karena jiwa tidak akan mati sampai sempurna rezekinya walaupun kadang agak tersendat-sendat. Maka, bertakwalah kepada Allah dan perbaguslah dalam mengusahakannya, ambillah yang halal dan buanglah yang haram. (HR. Ibnu Majah)

Idul Fitri kemarin saya mudik ke Batam, kampung halaman tempat menghabiskan masa kecil dan remaja saya. Untungnya lingkungan kampung tidak begitu banyak berubah dibanding ketika saya masih sekolah dasar dulu. Yang berubah adalah beberapa tetangga saya yang sudah menjadi Opa-Oma, dan teman-teman saya pun sudah banyak yang menikah dan punya anak.

Ustad Febri, sebut saja begitu, adalah guru mengaji saya ketika masih kecil dulu. Ia adalah sosok sederhana yang menghidupi keluarganya dari warung kecil dan mengajar di masjid kami. Dan alhamdulillah hingga saya pulang kemarin, beliau masih aktif dan bahkan masih menjadi salah satu pengurus di masjid Daarut Takwa, masjid kami yang sudah berumur puluhan tahun itu.

Ustad Febri punya 3 orang anak, dan 2 di antaranya saya kenal baik dan menjadi teman main semasa kecil. Dimas dan adiknya Anto. Mereka, selayaknya anak seorang ustad, tumbuh sebagai anak-anak yang sholeh dan pintar mengaji. Si Sulung Dimas bahkan pernah mengajar anak-anak yang lebih tua darinya (termasuk saya sendiri) mengaji. Sementara si Anto juga tidak kalah jauh dari abangnya dalam hal kemampuan baca Al Qur’an.

Tapi manusia memang tidak dididik oleh orang tuanya saja. Lingkungan juga turut menjadi guru bagi perkembangan karakter seseorang. Anto dewasa bukanlah menjadi seorang ustad sebagaimana ayahnya. Anto dewasa justru memilih profesi yang paling beresiko dan dikutuk banyak orang tua manapun di muka bumi ini: Bandar narkoba.

Anto harus menghabiskan sebagian umurnya di balik jeruji besi. Ia divonis 18 tahun penjara. Dan kemarin ia baru menyelesaikan masa 1 tahun penjaranya. Masih butuh 17 tahun lagi untuk menginap di hotel prodeo itu.

Pernah saya terpikir, dosa apakah yang dibuat Ustad Febri sehingga ia memiliki anak yang 180 derajat berbeda dengan dirinya? Akhirnya saya mencoba mengorek-ngorek memori masa kecil saya, dan teringatlah saya pada satu saat main ke warung Ustad Febri. Di salah satu raknya berderet minuman merek Heineken dan Tiger. Apakah rezeki penjualan hasil minuman keras ini yang menjadi penyebab tumbuhnya pikiran haram dalam otak Anto? Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli