September 11, 2011

Awas! Jangan-jangan Engkaulah Panutan Orang!


Bulan Ramadhan kemaren kebetulan di kantor ada pekerjaan ke luar kota, bahkan di luar pulau. Kami satu tim harus berangkat ke Pulau Tidung, salah satu bagian dari Kepulauan Seribu. Berangkat jam 6 pagi dan sampai di sana sekitar jam 8.30. Masih ada waktu berleha-leha sebelum memulai pekerjaan.

Zaid, sebut saja begitu, adalah salah satu karyawan di perusahaan tempat saya bekerja. Ia dikenal sebagai seorang ‘ustad’ di lingkungan kantor. Ia juga suka melakukan puasa sunnah Senin Kamis. Di luar itu, Zaid juga pernah mengisi kultum di majelis taklim kantor selama bulan puasa.

Sebenarnya selain Zaid setidaknya ada 6 orang muslim yang ikut rombongan tersebut. Namun ada beberapa orang di antaranya yang sama sekali tidak (berniat) puasa.Bahkan sejak mau berangkat pun niat untuk menjalankan ibadah setahun sekali ini tidak terbersit di hati mereka. Malah salah satu orang yang awalnya puasa, begitu sampai Pulau Tidung dan disuguhi es kelapa segar dari pemilik losmen, mendadak luntur pertahanannya dan akhirnya ia pun membatakan puasa tepat pukul 10 pagi.

Di antara yang berpuaaa, ada seorang teman yang masih istikomah untuk melanjutkan hingga Maghrib. Sebut saja namanya Pak Timmy. Beliau bersama beberapa orang yang masih menjalankan ibadah shaum mampu menyelesaikan hingga azan maghrib berkumandang. Meski panas menyengat, godaan dari teman-teman yang tidak puasa demikian menggelitik, ditambah sekotak cooler box berisi minuman softdrink dingin benar-benar mengganggu pertahanan iman. Tapi Pak Timmy akhirnya mampu menuntaskan ibadah puasanya.

Siapakah Pak Timmy? Beliau bukan ustad, bukan pula orang yang fasih berbicara agama. Sholatnya masih tergolong jarang-jarang. Bahkan kalau ada yang menyuguhkan minuman keras model Jack Daniels pun ia terima dan menikmatinya. Secara agama, Pak Timmy sama sekali tidak bias dijadikan rujukan. Karena itulah suatu ‘prestasi’ ketika ia berhasil lulus di hari ketika justru godaan untuk batal demikian banyak.

Ternyata ketika ditanya, ia menjawab dengan jujur bahwa ia ikut Zaid saja dalam menjalankan puasa pada hari itu. Kalau Zaid puasa, ia ikut puasa. Kalau tidak, maka ia pun tidak puasa.

Subhanallah…Demikian besar pengaruh seseorang yang dianggap teladan terhadap perilaku orang lain. Pak Timmy memang menganggap Zaid sebagai rujukan dalam beragama. Seandainya saja Zaid tidak puasa, atau membatalkannya di tengah hari, maka ia tidak saja merugikan dirinya sendiri, melainkan juga ‘menjerumuskan’ orang lain, dalam hal ini Pak Timmy. Zaid telah menjadi uswatuh hasanah atau teladan yang baik dalam skala kecil.

Maka jika ada orang lain yang menganggap Anda adalah panutan, teladan, dan contoh yang baik, maka berhati-hatilah dalam berperilaku. Sebab bila perilaku Anda merusak, maka Anda juga ikut merusak perilaku orang lain. Namun bila ternyata justru perbuatan Anda menjadi jalan hidayah buat orang lain, maka itu lebih baik daripada unta merah.

Rasulullah SAW juga bersabda,"Wahai Ali, sungguh sekiranya Allah memberi hidayah kepada seseorang karena dakwahmu, itu lebih baik bagimu daripada unta merah." (HR. Bukhari-Muslim)

Maka berhati-hatilah, sebab siapa tahu engkalulah suri tauladan orang lain! Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

Tidak ada komentar: