Maret 23, 2008

Sebelum Sampai di Tempat yang Jauh


Ketika kita masih kecil, untuk membujuk supaya rajin sholat biasanya orang tua akan menyelipkan ancaman: awas lho, kalo ga sembahyang nanti masuk neraka Di komik-komik anak SD pun kita sering membaca cerita tentang neraka, yang di dalamnya digambarkan orang-orang setengah telanjang disiksa pakai rantai, lidahnya panjang terus digunting, malaikat berwajah preman, setrika raksasa yang menggosok punggung penghuni neraka, serta gambar-gambar lainnya. Visualisasi tentang neraka demikian sederhana kala itu, meski setelah kita dewasa kita menemukan di bahwa neraka tidaklah ’sesederhana’ itu.

Misalnya Rasulullah saw bersabda bahwa :Dinyalakan neraka itu 1000 tahun waarna merah, 1000 tahun warna putih dan 1000 tahun warna hitam (HR. Tarmizi) Kita mungkin jarang mendengar hadist ini. Atau ada pula informasi bahwa jarak antara jembatan shirat dengan dasar neraka itu adalah 70 tahun. Jadi kalau ada orang yang ‘nyemplung’ ke neraka, maka selama 70 tahun ia akan melayang di udara baru kemudian sampai ke neraka. Bayangkan dengan orang-orang yang melompat dari lantai tertinggi ketika gedung WTC terbakar tahun 2001 lalu. Tidak sampai hitungan menit mereka udah sampai ke bawah. Padahal kita tahu betapa tingginya gedung pencakar langit tersebut. Lalu bagaimana dengan dasar neraka itu nanti?


Dari Ibnu Abbas ra, Suatu hari Rasulullah sedang duduk bersama para sahabatnya dan tiba-tiba mendengar sebuah suara. Rasul bertanya: tahukah kamu suara apa itu? Itu adalah batu yang dilemparkan ke dalam neraka semenjak tujuh puluh tahun yang lalu dan baru sekarang sampai ke neraka (Muslim)


Neraka juga memiliki rumah. Jadi neraka tidaklah seperti kumpulan api unggun seperti kita baca di komik anak-anak. Neraka hampir mirip dengan bumi. Bedanya neraka jauh lebih panas.

Rasulullah bersabda: Bahwa dalam neraka itu telah tersedia rumah tempat kediamannya dan telah tertulis nama masing-masing penghuninya. Tiap penghuni menunggu kedatangan kawannya. Apabila telah dijatuhkan semua mereka itu, maka ketika itu neraka berkata : Quth. Quth yang artinya cukuplah! (HR. Bukhari)

Sekarang, bayangkanlah kita berada di Surabaya. Kita mau pergi ke Jakarta dengan berjalan kaki, tidak naik kendaraan apa pun. Tujuan kita ke Jakarta adalah ingin bertemu dengan seseorang untuk membawa buku catatan yang penting, yang bisa menentukan nasib kita kelak. Berhari-hari, berminggu-minggu, bahkan berbulan-bulan kita berjalan hingga akhirnya tiba di Jakarta. Namun sampai di sana, ternyata buku itu ketinggalan di Surabaya! Bagaimana perasaan kita? Kita minta keringanan sama orang tersebut agar diizinkan kembali ke Surabaya buat mengambil buku tersebut. Tapi ternyata tidak diizinkan. Bagaimana mungkin kita minta izin kembali lagi, sedangkan jaraknya sudah sedemikian jauh?

Itulah yang terjadi pada sebagian orang di akherat nanti, ketika amal-amalnya masih teramat sedikit, mereka mengemis kepada Allah agar diperkenankan kembali ke dunia buat beramal sholeh. Apakah masih ada kemungkinan seperti itu?


Dan sesungguhnya mereka telah mengingkari Allah sebelum itu, dan mereka menduga-duga tentang yang gaib dari tempat yang jauh (QS.34:53)


Jadi, sebelum kita sampai di tempat yang jauh itu, kita masih punya kesempatan untuk menghindari kesengsaran di akherat kelak. Mumpung masih di dunia, mumpung ruh masih nempel di badan, mumpung malaikat belum diperintahkan Allah buat menghabiskan masa kontrak kita di dunia ini, maka kita masih ada waktu buat memperbaiki diri. Daripada kita nanti menangis karena sudah telanjur berada di tempat yang sangat jauh sekali.

Dan mereka berkata: ”Kami beriman kepada Allah,” bagaimana mereka dapat mencapai (keimanan) dari tempat yang jauh itu (QS. 34:52)

Muhammad Zulkifli

Lihatlah Apa yang Kita Makan


Hai manusia! Makanlah dari yang halal dan baik yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan, sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu . Sesungguhnya (setan) itu hanya menyuruh kamu agar berbuat jahat dan keji, dan mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah (QS. 2:168-169)

Pernahkah kita mencoba meneliti orang-orang yang moralnya kurang baik, apa kira-kira makanan mereka? Para koruptor, pembunuh, hedofil, pemerkosa, tukang madat dan lainnya, bagaimana dan berasal darimana sumber makanan mereka? Atau kita balikkan logikanya: apakah makanan telah mempengaruhi pola pikir, perilaku, serta respon mereka terhadap lingkungan?

Di surah yang telah disebutkan di atas, jelas sekali terlihat hubungan yang kuat antara makanan halal dan baik dengan larangan untuk mengikuti langkah-langkah setan. Dan ‘aneh’nya, perintah untuk mengkonsumsi makanan halal dan baik tidak ditujukan buat kaum muslimin saja, tapi juga seluruh manusia. InI menunjukkan bahwa hukum tersebut berlaku umum, yang menandakan bahwa seorang non muslim pun sebenarnya diperintahkan untuk makan makanan yang halal dan baik. Sebab kebejatan moral manusia pada umumnya berasal dari makanan yang tidak halal dan tidak baik.

Bila makanan kita baru berupa makanan yang halal saja, maka kecenderungan untuk mengikuti langkah setan masih cukup besar. Namun kalau kita mengkonsumsi rezeki yang tidak saja halal namun juga baik, maka pintu-pintu kemaksiatan bisa tertutup dan kecenderungan untuk mengikuti langkah setan pun bisa diminimalisir. Jadi dua syarat ini, halal dan baik, adalah mutlak diperlukan untuk menghasilkan manusia yang tidak berbuat keji dan jahat.

Apakah makanan bisa juga menyebabkan kekufuran? Saya tidak berani menyimpulkan demikian. Namun jika kita melihat kalimat terakhir dari ayat 169 di atas, bahwa setan menyuruh kita untuk mengatakan apa yang tidak kamu ketahui tentang Allah, maka kesimpulan yang mengarah ke hal tersebut bisa saja terjadi. Sebab bukankah hanya orang-orang kafir yang hobi mengatakan sesuatu tentang Allah padahal sebenarnya mereka sama sekali tidak tahu apa-apa tentang Allah?

Jadi untuk membangun generasi Rabbani, atau generasi yang berkualitas akhlak dan ibadahnya, bisa diawali dari bagaimana kita memperhatikan kehalalan dan ke-thoyib-an makanannya. Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

Maret 16, 2008

Maksiat Diawali Karena Tidak Sholat


Kasus VCD Bandung Lautan Asmara yang heboh di sekitar tahun 2000an yang lalu adalah satu dari indikasi kemerosotan moral di kalangan anak muda Indonesia. VCD yang menayangkan mahasiwa sebuah PTS di Bandung yang melakukan hubungan intim dengan pacarnya tersebut menjadi berita terheboh saat itu. Seolah kasus seperti ini tidak pernah terjadi dan merupakan coreng bagi dunia pendidikan tanah air.

Tapi setelah kejadian itu muncullah film-film lanjutan yang mengangkat ’tema’ yang sama. Ada VCD pelajar Cianjur, pelajar Medan, dan sebagainya. Bedanya, film-film tersebut tidak menjadi berita heboh sebagaimana pionernya terdahulu. Mengapa demikian? Barangkali karena masyarakat kita sudah telanjur sering melihat kejadian-kejadian seperti ini dan lama kelamaan sudah menganggap hal tersebut biasa dan lumrah. Mungkin nanti kalau ada lagi VCD seperti ini masyarakat kita sudah tidak mempersoalkannya lagi! Naudzubillah.

Kenapa orang mudah sekali terjerumus dalam dosa? Dimana embrionya kemaksiatan itu? Ternyata kemaksiatan sebenarnya di awali dengan sesuatu yang sangat sederhana, yaitu meninggalkan sholat.

Maka datanglah sesudah mereka pengganti yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan (QS.19:59)

Memperturutkan hawa nafsu ternyata satu paket dengan menyia-nyiakan sholat. Sama seperti menyia-nyiakan makanan satu paket dengan kelaparan. Menyia-nyiakan keluarga satu paket dengan perceraian. Menyia-nyiakan umur satu paket dengan kegagalan masa depan. Menyia-nyiakan kesempatan belajar satu paket dengan kebodohan, dan seterusnya.

Lihat dan cobalah kita teliti, bagaimana karakter para pelaku maksiat tersebut. Hampir rata-rata mereka adalah orang yang cuek bebek ketika adzan memanggil, tidak peduli ketika diajak sholat oleh teman, dan masa bodoh dimarahi orang tua/kerabat terdekatnya ketika tidak melakukan sholat. Sholat bagi mereka adalah aktivitas yang membuang waktu, dan bukan investasi waktu. Akibat fatalnya, ketika mereka mendapat musibah, mereka tidak lari kepada Allah, tapi kepada dukun dan ’orang pintar’. Efek dari meninggalkan sholat malah menjurus pada kesesatan!
Namun tentu kita tidak boleh berputus asa. Seringkali hidayah itu datang ketika ada orang yang dengan sabar terus menasehati para pelaku maksiat. Mereka adalah saudara-saudara kita juga yang tentu saja berhak atas surgaNya Allah. Mengajak mereka mengerjakan sholat, berarti kita sudah membantu mengurangi angka kemaksiatan di negeri ini. Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli

Mungkin Ini Penyebab Kenapa Sholat Tidak Mencegah Perbuatan Buruk


Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al-Qur’an) dan dirikanlah sholat. Sesungguhnya sholat itu mencegah dari (perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah adalah lebih besar dari ibadah yang lain. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan (QS.29:45)

Ada pertanyaan yang sedari dulu cukup mengganggu pikiran saya. Ketika melihat realitas di lapangan, betapa banyaknya teman-teman, atau orang-orang yang saya kenal secara pribadi maupun dari media, yang ibadah sholatnya rajin tapi maksiatnya jalan. Istilahnya STMJ (Sholat Terus Maksiat Jalan). Para koruptor sebagian adalah orang-orang yang rajin sholat. Mereka yang sehari-harinya pengurus masjid ternyata pernah ada juga yang cacat moral. Kalau kita baca di koran-koran, ada ustadz yang mencabuli anak muridnya. Ada guru yang menggampar siswanya. Salah satu teman saya di kantor (dan sekarang sudah mengundurkan diri) adalah orang yang rajin sholat di mushola kantor. Namun beliau ternyata hobi membuat KTP palsu agar bisa mendapat kartu kredit dari bank-bank yang menawarkan produk tersebut. Setelah dana didapat dan jatuh tempo pembayaran, dia pun menghindar dan mengatakan bahwa orang yang dicari para kreditur tersebut bukanlah dirinya karena tidak sesuai dengan KTP asli. Lain lagi dengan teman satu saya satu lagi. Sewaktu di kampus dia adalah aktivis masjid. Namun dengan teganya dia membawa kabur uang orang lain sebesar 2 juta rupiah dengan dalih bisnis handphone.

Ada apa dengan sholat? Benarkah sholat tidak efektif mencegah kemungkaran? Hemat saya, sebelum berpikiran seperti itu, mungkin kita harus merubah pola pikir kita tentang ayat di atas. Di surah tersebut jelas sekali tercantum bahwa sholat mencegah perbuatan keji dan mungkar. Tapi kita tidak bisa berkesimpulan bahwa hanya sholat yang bisa mencegahnya, karena ayat tersebut terdiri dari 2 perintah dan 1 makna. Selain sholat , Allah juga menyuruh membaca Al-Qur’an. Malah inilah perintah pertamanya. Kesimpulan awalnya, boleh jadi para pelaku kemungkaran adalah mereka yang hanya mengerjakan sholat dan tidak membaca Al-Qur’an atau tilawah. Padahal ini adalah perintah satu paket. Tidak bisa sholat tanpa tilawah, atau tilawah saja tapi tidak sholat. Kalau salah satunya yang dikerjakan, ini tidak efektif untuk mengurangi kemungkaran. Dan kalau kedua-duanya dikerjakan tapi tidak bermuara pada satu tujuan, yaitu mengingat Allah, sama saja tidak bisa mencegah kemungkaran. Sholat dan tiilawah menjadi aktivitas sehari-hari yang tidak bermakna apa-apa. Padahal jelas tujuan Allah menyuruh kita membaca Al-Qur’an dan mendirikan sholat adalah untuk mengingatNya. Dengan mengingat Allah, kemaksiatan dan kemungkaran bisa dihilangkan, atau setidaknya diminimalisir. Wallahu’alam.

Muhammad Zulkifli